Malang-melintang di industri musik Tanah Air, Andien akan merayakan perjalanan berkaryanya selama 25 tahun di usianya yang ke-40 dalam Konser Suarasmara. Konser tunggal ini akan berlangsung di Istora Senayan, Jakarta pada 15 November 2025.
Selain itu, Andien juga menggaet kolaborator musisi seperti Vina Panduwinata, Indra Lesmana, hingga White Chorus yang akan mengisi panggung di empat bagian dalam konser yang telah ditentukan. Ia juga menggandeng musisi Tohpati sebagai pengarah musik konser jazz orkestra dengan balutan pop itu.
Dalam wawancara bersama Tempo pada Jumat, 17 Oktober 2025, Andien bercerita mengenai persiapannya untuk konser yang akan berlangsung sekitar satu bulan ke depan. Di Kantor Tempo, ia juga menjelaskan alasan menggandeng para kolaborator dari lintas kesenian, serta konsep Konser Suarasmara yang akan digelar nantinya.
Apa makna di balik Suarasmara?
Tema besarnya apa baru diturunkan menjadi konsep besar dari si konsernya. Pada suatu hari aku bermeditasi, satu saat kepikiran sama kartu AS hati. Pas aku googling ternyata bagus banget maknanya ada tentang new love, new hope, rebirth, and transformation gitu.
Aku merasa itu pas, tahun ini aku usia 40 tahun, mungkin aku seperti menuju ke sesuatu yang baru juga. Jadilah akhirnya semua hal yang ada di dalam konser ini sebenernya adalah turunan dari si AS hati ini. Intinya Suarasmara itu gabungan dari suara dan asmara.
Sejauh ini seperti apa persiapan konser Suarasmara?
Niat membuat konser 25 tahun berkarya itu tak tiba-tiba. Sebenarnya mungkin kalo dirunut-runut dari waktu aku baru 10 atau 15 tahun berkarya pun sudah kepikiran (konser tunggal). Suatu hari di tahun ke-25 aku bernyanyi aku ingin bikin konser. Walaupun belum tahu wujud konsernya itu akan seperti apa.
Lalu seiring berjalannya waktu aku banyak nyanyi di banyak tempat dan melihat konser lainnya, akhirnya November tahun lalu aku sama manajerku sudah sepakat menggandeng direktur kreatif Shadtoto Prasetio, kemudian kami cari promotor yang mau bekerja sama dengan. Jadi dari Januari sebenarnya sudah ada wacananya lalu dari Maret tahun ini kami sudah rapat pertama untuk konser di bulan November.
Proses apa yang paling lama?
Paling lama sebenarnya justru adalah pada saat konsep dan cari sponsor. Tapi bisa dibilang ini adalah sebuah proyek yang pernah aku punya dalam 25 tahun karierku, dan aku terlibat paling dalam di sini. Biasanya aku orangnya cukup tahu beres. Cuma karena di konser ini aku sudah cita-citakan dari lama, aku merasa tak ada orang yang bisa menerjemahkan pikiranku sebaik aku sendiri. Bahkan hal sekecil apa pun aku benar-benar terlibat, bukan sebagai pengambilan keputusan tapi dalam proses bertukar pikiran.
Cuma dari sebelumnya sudah mempersiapkan segi panggungnya, konsepnya, bajunya, kemudian apa yang akan aku buat nanti itu bukan hanya di area konsernya aja. Bukan hanya di dalam, tapi juga di luar. Kami bikin berbagai pameran dan aktivitas di luar dari konsernya sendiri.
Apa perbedaan signifikan dari konser tunggal 2015 dengan saat ini?
Tentunya konsepnya. Jadi waktu 2015 aku masih banyak belajar. Secara konsep, yang satu Metamorfosa, satunya Suarasmara. Tapi yang paling membedakan itu keterlibatanku di konser ini. Jadi kalau sebelumnya nyanyi dari awal sampai akhir saja, tapi kali ini kami pecah jadi empat bagian, mungkin seperti konser Lady Gaga terakhir seperti itu. Kebutuhan jadi empat bagian itu kan kebetulan menggambarkan Andien semua jadi tak melenceng.
Kenapa dibagi menjadi beberapa bagian seperti itu?
Ada beberapa atmosfer yang ingin ditawarkan di dalam sebuah konsernya, di tiap bagiannya, jadi tak sama terus dari awal sampai akhir. Misalnya buat penyanyi perempuan bajunya beda, riasan wajahnya beda, rambutnya beda dalam selang waktu yang sekian menit saja itu. Memang musik pasti akan menjadi lini utama yang akan aku sajikan karena aku penyanyi tapi aku bisa bilang bahwa secara visual di dalam konser ini, ini jadi sesuatu yang amat ditonjolkan juga gitu.
Anda salah satu musisi yang berpindah-pindah genre. Bagaimana menyajikannya di konser Suarasmara?
Jadi salah satu hal yang membuat aku merasa punya kesempatan untuk terus bisa berkarya karena selama 25 tahun ini cukup cair, dan memang karena aku suka saja, bukan mengikuti pasar. Justru albumku dianggap tak mengikuti pasar. Awal-awal memang aku dikenal sebagai penyanyi jazz, karena memang album yang awal banget condongnya ke jazz. Tapi makin ke sini aku merasa ternyata lebih enak dikenal sebagai penyanyi saja.
Sempat dapat penghargaan album jazz terbaik juga dulu kan?
Iya waktu itu dapat (Album Jazz/Jazz Kontemporer Terbaik Ami Awards 2002 untuk album Kinanti). Di tahun yang sama menang Artis Solo Pria/Wanita R&B Terbaik. Pernah juga dapat Artis Solo Wanita Pop Terbaik AMI Awards 2015, aneh banget. Ternyata aku menyadari oh itulah mungkin kekuatanku. Multi genre karena aku ternyata tak bisa didefinisikan dengan satu jenis musik saja gitu. Tapi kalau ditanya ke mana aku merasa pulang, aku merasa pulang ke musik jazz karena merasa bebas berekspresi.
Makanya di konser ini aku memilih Tohpati sebagai pengarah musik dengan line up jazz orkestra. Tapi sebenernya ini enggak akan jadi jazz yang kayak berat dari awal sampai akhir. Ini balutannya karena aku akan membawakan musik elektronik, musik disco, musik pop, kemudian musik blues. Tapi semuanya akan berkolaborasi dengan jazz. Makanya aku merasa kayaknya ini sesuatu yang belum pernah dikerjakan sama musisi, khususnya musisi perempuan.
Sebenarnya aku terinspirasi dari kayak setahun-dua tahun lalu menonton film dokumenternya Quincy Jones. Terus di situ itu ada beberapa adegan yang ada jazz orkestranya.
25 lagu diambil dari album pertama sampai terakhir, kurasinya bagaimana?
Kurasinya tadinya aku jajarin semuanya terus aku duduk barengan sama Tohpati. Tapi sejujurnya aku juga sangat mengikuti arahannya Mas Tohpati, karena di antara kami yang paling sering bikin konser kan beliau, jadi dia tahu kayak titik berhentinya orang itu kira-kira di lagu ke berapa. Terus nanti supaya tak seret caranya bagaimana itu detail ada sama dia.
Seperti apa persiapan fisik karena membawakan 25 lagu?
Iya durasinya 2 jam lebih. Kebetulan aku kalau olahraga memang sudah rutin dari sebelum konser cuma memang harus ada bagian yang ditambah. Aku juga agak malas banget olahraga hit seperti latihan interval, sirkuit itu malas. Aku lebih seneng weight training, pilates. Cuma karena mau konser dan staminanya harus agak lebih jadi ditambah lah latihan-latihan yang bentuknya hit. Kemudian untuk latihan nyanyi pun juga karena pita suara adalah otot jadi ya harus dilatih juga. Latihannya dengan guru vokal gitu.
Ada pantangan makanan mungkin?
Pantangan makan sih sebenernya sama ya. Tapi kan ada penyanyi-penyanyi yang sebenarnya tak terlalu sensitif, asik-asik saja mau makan pedas kayak berminyak, terus suaranya tetap melengking. Tapi itu tidak terjadi di aku yang cukup sensitif. Aku makan berminyak sedikit habis itu suaranya mungkin agak kecekek dan susah kalau mau mencapai nada tinggi.

Soal kolaborasi di luar musik, ada beberapa seniman di bidang lainnya. Bagaimana muncul ide ini?
Ide awalnya ingin membawa orang-orang ke dunianya Andien. Jadi kalau ditanya sebenarnya Andien itu ngapain setiap hari, mungkin cuma tahu aku sebagai penyanyi saja. Padahal sebenarnya di luar dari nyanyi sendiri aku juga tertarik dengan fashion. Jadi pasti aku berhubungan dengan banyak sekali orang-orang fashion. Makanya fashion menjadi salah satu pilar utama juga di dalam konser ini. Para desainer ini diajak duduk mengkonsepkan bersama di tiap bagian konser.
Aku ingin begitu orang masuk Istora Senayan, mereka sudah bisa merasakan atmosfernya Andien dan tahu apa saja yang aku kerjakan, seperti isu lingkungan dan sosial juga. Aku bikin yayasan juga. Aku pengin ini semua bisa tergambar di dalam konsernya.
Jadi sebenarnya bentuknya pameran yang bisa dibuat foto-foto. Tapi berkolaborasi dengan seniman-seniman sustainability. Kemudian nanti juga akan ada beberapa ya kolaborator-kolaborator di dalam pameran ini. Komitmenku terhadap isu lingkungan juga tak terbatas hanya mereka membuat karya saja tapi nanti seperti dari segi waste management-nya, carbon offseting-nya. Bahkan sampai nanti hasil akhir dari penjualan si tiket konser ini sebagian keuntungannya akan dibuat menjadi Sekolah Anak Percaya yang titik kelima. Jadi selama ini aku punya sekolah gratis untuk anak pemulung sudah sampai di empat titik.
Untuk fashion, kenapa memilih berkolaborasi dengan Ivan Gunawan, Eddy Betty, Hian Tjen, dan Dibba?
Dari konser Metamorfosa yang lalu aku juga sudah berkolaborasi dengan beberapa desainer. Sebenarnya memilih desainer itu seperti memilih kolaborator juga. Selain karena mereka ada yang legend dan berkembang, aku juga selalu ada semangat pemberdayaannya. Orang harus tahu kalau Dibba bagus banget.
Seperti apa konsep fashionnya nanti?
Konsepnya kurang lebih akan mengikuti empat bagian tadi. Tiap bagian ini nuansanya sangat berbeda, misalnya bagian pertama ada jazz-jazz-nya. Nanti selanjutnya ada sisi Y2K, diskonya begitu, yang akan dibagi kepada empat desainer ini.
Jadi berapa kali ganti baju kira-kira?
Tiga kali ganti baju.
Ada rencana konser ini bakal dijadikan film dokumenter?
Ada rencana untuk membuat sebuah dokumenter, tapi mungkin tayangnya tak dalam waktu dekat ini karena konser ini mungkin bukan menjadi puncaknya, tapi menjadi salah satu bagian dari ceritanya.

Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang diterbitkan oleh Tempo Inti Media dan majalah ini memiliki slogan Enak Dibaca dan Perlu.











